Sabtu, 14 Desember 2013

MENCEGAH DAN MENANGGULANGI BENCANA BANJIR DAN TANAH LONGSOR

Mencegah dan Menanggulangi Bencana Banjir dan Tanah Longsor
Banjir di kawasan bantaran Sungai Deli Kel Sei Mati Kec Medan Maimun, beberapa waktu lalu seribuan rumah dari lima kecamatan terendam banjir.
Oleh: Hodlan JT Hutapea. Apa yang biasanya kita lakukan pasca terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di negeri ini? Apakah hanya sebatas menambal tanggul yang bocor atau membangun kembali bendungan yang jebol? Apakah hanya sekedar membersihkan rumah dari sisa lumpur dan sampah, atau membersihkan saluran pembuangan air dan memperbaiki jalanan umum? Setelah itu beramai-ramai kembali melupakan bencana tersebut dan kemudian menjalani keseharian seperti sedia kala, seolah tidak tertimpa bencana sebelumnya. Atau lebih parahnya, setelah banjir, maka saluran air (gorong-gorong) yang sedang dibangun untuk menangani banjir secara preventif tidak segera dirampungkan, mungkin karena banjir dianggap telah berlalu.
Secara ilmiah dan kasat mata dapat dinyatakan bahwa bahwa bencana banjir dan tanah longsor terjadi karena ulah manusia. Salah satu penyebab banjir adalah akibat ulah sebagian masyarakat yang secara ‘sadar’ sering membuang sampah sembarangan. Di daerah pedalaman, banyak masyarakat yang menggunduli hutan untuk ditanami tanaman palawija. Hal ini bisa jadi merupakan buah dari kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan ketidaktahuan mereka akan bahaya banjir dan tanah longsor yang potensial terjadi. Banjir bandang dan tanah longsor sewaktu-waktu bisa saja terjadi karena akar serabut tanaman palawija tidak mungkin dapat menahan air yang menggemburkan tanah waktu hujan deras.

Ada dua kategori becana alam, yakni alami dan ulah manusia. Yang alami seperti gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung dan bajir. Sedangkan yang karena ulah manusia di antaranya pulusi air, tanah dan udara. Namun faktor pemicu terjadinya kedua kategori bencana alam ini menjadi sulit dibedakan. Sebab, pada akhirnya kontribusi ulah manusia yang eksploitatif terhadap alam dan lingkunganlah yang menjadi penyebab utama bencana banjir, tanah longsor dan pemanasan global.


Penyebab Banjir dan Longsor

Di Indonesia, kejadian banjir dan tanah longsor cenderung menunjukkan gejala yang semakin meningkat, semakin meluas, dan semakin mengganas dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan hingga saat ini belum ada upaya pencegahan dan penanggulangan banjir dan tanah longsor secara tuntas berdasarkan akar permasalahannya. Upaya-upaya yang saat ini dilakukan masih bersifat insidensial, umum, temporer, dan lebih berdasarkan kepentingan-kepentingan tertentu (Latief M. Rachman & Herdi Sahrasad).

Berulangnya bencana banjir dan tanah longsor sebenarnya merupakan suatu bukti bahwa manusia telah melakukan kekeliruan besar dalam mengelola sumber daya alam. Pun membuktikan bahwa sehebat apa pun teknologi yang digunakan manusia untuk mengatasinya, bencana banjir dan tanah longsor masih dan akan terus terjadi.

Di wilayah perkotaan, kesalahan pengelolaan sumber daya alam itu sangat kentara terjadi. Pembangunan dilakukan jor-joran dan tidak berspektif ekologis. Pendirian bangunan di kawasan resapan air mengakibatkan air langsung mengalir tanpa tertampung oleh tanah. Menipisnya kawasan hijau akibat pesatnya pembangunan gedung-gedung tinggi sangat berakibat buruk ketika musim penghujan tiba. Lihatlah Jakarta sebagai ibukota negara kita setiap tahun sudah langganan banjir.

Eksploitasi besar-besaran air tanah juga merupakan salah satu kesalahan fatal masyarakat perkotaan dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Eksploitasi besar-besaran air tanah tersebut tidak hanya menjadi penyebab terjadinya kelangkaan air bersih, tetapi juga mengakibatkan penurunan permukaan tanah (land subsidence) terhadap permukaan air laut. Jakarta dan Semarang merupakan contoh perkotaan yang posisinya semakin rendah daripada permukaan laut, sehingga kedua kota ini senantiasa dihadapkan pada ancaman bencana banjir (selain banjir rob) pada musim penghujan dan kelangkaan air bersih pada musim kemarau.

Di kota-kota besar lainnya di Indonesia pun banyak yang mengalami hal seperti ini. Pembangunan yang menistakan lingkungan sekitar marak terjadi dan sekan menjadi ‘tuntutan’ wajib bagi identitas sebuah kota. Akibatnya, permukiman kumuh bermunculan dan lahan sungai semakin sempit. Akibat bantaran sungai yang telah beralih fungsi menjadi permukiman kumuh itu, tak ayal ketika musim penghujan tiba sungai sudah tidak mampu lagi menahan debit air yang besar.

Sungai Ciliwung dan Bengawan Solo adalah contoh buruknya pengelolaan bantaran sungai yang telah beralih fungsi tersebut sehingga setiap tahun kedua sungai ini akan meluap dan membanjiri kawasan pemukiman kumuh di kedua sisi sungai. Kesalah kelolaan tersebut juga mengakibatkan rusaknya kondisi aliran sungai, yang meliputi wilayah yang paling hulu sampai ke hilirnya.

Kasus tanah longsor agak berbeda dengan banjir. Tanah longsor terjadi akibat sejumlah massa tanah di atas bidang luncur bergerak ke bawah karena gaya berat atau gravitasi. Longsor dapat juga terjadi karena runtuhnya sejumlah massa tanah dari ketinggian tempat tertentu secara tiba-tiba. Penyebab tanah longsor adalah tidak adanya penahan terhadap massa tanah yang jatuh dari dorongan gaya gravitasi tersebut.


Pencegahan dan Penanggulangan

Ada dua jenis banjir, yakni banjir daerah hulu dan banjir daerah hilir, yang pencegahan dan penanggulangannya tentu berbeda.

Selama ini pedoman dasar yang dipergunakan untuk pengelolaan air, yaitu air hujan yang jatuh ke permukaan tanah yang penting dapat dialirkan menuju saluran, parit, sungai kecil, sungai besar dan seterusnya akhirnya ke laut. Pedoman ini harus diganti dengan mengusahakan agar air hujan sebanyak mungkin diresapkan ke dalam tanah dan sedikit mungkin mengalir di permukaan tanah.

Beberapa kesalahan pengelolaan di wilayah hulu yang menyebabkan banjir dan longsor dikarenakan rendahnya kapasitas permukaan tanah menyerap air hujan. Semua ini merupakan kontribusi dari:

1. Penggundulan, penebangan pohon, atau pembalakan liar di wilayah hutan;

2. Kesalahan pengelolaan pertanian lahan kering.

3. Tidak ditanaminya daerah kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri sepanjang sungai (besar) dengan pohon-pohonan sebagai kawasan hijau.

4. Di daerah perbatasan antara wilayah hulu dan hilir, konversi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, industri, infrastruktur jalan, fasilitas umum, dan lain sebagainya yang menyebabkan kapasitas resapan area menjadi jauh berkurang.

Untuk wilayah hulu yang terkena banjir, banjir biasanya terjadi karena meluapnya sungai utama dan jebolnya tanggul sungai yang melewati daerah-daerah tersebut. Daerah yang terkena banjir meluas mulai dari pinggir sungai atau tanggul yang jebol sampai ke wilayah tertentu yang posisinya lebih rendah. Banjir yang terjadi di Solo dan Madiun akibat meluapnya Sungai Bengawan Solo dan jebolnya tanggul sungai merupakan contoh dari kasus banjir tipe wilayah hulu.

Pencegahan dan penanggulangan banjir untuk wilayah hulu (atas) karena air luapan sungai utama adalah: (1) memperbaiki kondisi daerah aliran sungai di wilayah hulunya sebagai daerah resapan air yang efektif agar tidak menghasilkan debit air sungai yang sangat besar ketika periode musim hujan tiba; (2) memperbaiki kondisi hutan yang ada di wilayah hulu; (3) memperbaiki sistem pertanian lahan kering yang ada di wilayah hulunya; (4) menjaga dan memelihara kawasan kanan-kiri sungai selebar 100 meter dan tanggul sungai sepanjang sungai utama sebagai kawasan hijau pohon-pohonan.

Untuk mengendalikan banjir yang terjadi tipe wilayah hulu agar cepat teratasi jika datang air luapan dari sungai yang melaluinya, perlu: (1) memperkuat tanggul-tanggul sungai agar tidak mudah jebol; (2) Membuat sistem distribusi pengairan air untuk mengalirkan air banjir tersebut ke daerah lain tanpa menimbulkan perluasan area banjir; (3) meningkatkan kapasitas resapan air di wilayah daerah banjir.

Sedangkan kesalahan pengelolaan wilayah hilir yang menyebabkan banjir di wilayah hilir (mendekati pantai) adalah; (1) tidak ditanaminya kawasan selebar sedikitnya 100 meter kanan-kiri sepanjang sungai; (2) penyempitan area aliran sungai, daerah kawasan kanan-kiri sungai, dan bahkan bagian dari tanggul sungai dan bantaran sungai yang digunakan sebagai permukiman penduduk; (3) sistem pengaturan tata air (perkotaan) lambat mengalirkan air yang berasal dari hulu menuju ke laut; (4) sistem drainase bagian hilir (perkotaan) yang tidak efektif dan lambat mengalirkan air ke laut, seperti saluran terlalu sempit dan sumbatan sampah; (5) kurangnya luasan daerah-daerah resapan air di wilayah perkotaan.

Penyebab banjir untuk wilayah hilir atau daerah pantai, pengaruh laut terutama pasang-surut laut dan ketinggian elevasi daratan sangat mempengaruhi. Meskipun air kiriman melalui sungai besar tertentu dari wilayah hulu tetap sebagai pemicu banjir, namun tanpa air kiriman itu wilayah hilir pun dapat juga mengalami banjir karena hujan lokal yang intensif dengan iystem drainase yang buruk serta air yang berasal dari pasang laut. Kasus banjir rob di wilayah pantai utara Jakarta merupakan contoh dari kasus ini.

Beberapa prinsip atau upaya utama pencegahan banjir untuk tipe wilayah hilir adalah: (1) membangun sistem pengairan yang mampu mengalirkan air hujan yang berkumpul di seluruh wilayah tersebut ke laut secara cepat dan efektif; (2) membangun sistem pengairan yang mampu mengalirkan air sungai yang berasal dari wilayah hulu menuju ke laut; (3) meningkatkan kapasitas resapan air di seluruh wilayah hilir; (4) mengendalikan atau mengurangi volume air sungai yang berasal dari wilayah hulunya dengan cara memperbaiki kondisi daerah aliran sungai wilayah hulunya atau sebagai daerah resapan air yang efektif agar tidak menghasilkan debit sungai yang besar ketika periode musim hujan tiba; (5) menjaga dan memelihara kawasan kanan-kiri sungai selebar sedikitnya 100 meter dan tanggul sungai sepanjang sungai utama sebagai kawasan hijau pohon-pohonan.

Sedangkan untuk mengendalikan banjir yang terjadi tipe wilayah hilir atau daerah pantai ketika terjadi banjir adalah membangun tanggul-tanggul penahan ombak untuk penahan air pasang atau banjir rob, dan membangun sistem pemompaan air untuk memompa air laut ke laut secara efektif.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

seharusnya upaya pencegahan banjir tanah longsor ini dipahami oleh masyarakat di daerah rawan

Green Warrior mengatakan...

Mari Cegah Tanah Longsor dan Bencana ALam dengan menanam pohon. Sekarang semakin menarik karena ada program revolusioner, "MENANAM POHON SECARA BERKELANJUTAN YANG SEKALIGUS MENDAPATKAN MANFAAT EKONOMOMI DALAM PENANAMAN DAN KAMPANYENYA"


Cari Tahu caranya di : http://www.greenwarriorindonesia.com

Posting Komentar

 
;